Selasa, 20 Desember 2011

Modifikasi Perilaku Anak Malas Belajar



BAB II
ISI

A.    Pengertan Modifikasi
Pengertian modifikasi secara umum dapat diartikan sebagai segala tindakan yang bertujuan mengubah perilaku. Modifikasi adalah usaha untuk menerapkan prinsip-prinsip proses belajar maupun prinsip-prinsip psikologis hasil eksperimen lain pada perilaku manusia (Bootzin, dalam Purwanta : 2005)
Dalam melakukan praktek modifikasi perilaku harus memperhatikan prinsip dan etika modifikasi perilaku. Berikut ini adalah karakteristik modifikasi perilaku:
a.          Fokus pada perilaku. Prosedur modifikasi perilaku didesain untuk mengubah perilaku, bukan karakteistik pribadi atau sifat. Di dalam modifikasi perilaku, perilaku yang akan dimodifikasi disebut sebagai perilaku targat (target behavior). Ada dua bentuk target perilaku dalam modifikasi perilaku:
·         Behavioral exceses adalah perilaku target yang negatif (tidak layak) yang ingin dikurangi frekuensi, durasi, atau intensitasnya, contohnya: perilaku merokok.
·         Behavioral deficit adalah aladah target perilaku yang positif (lanyak) yang ingin ditingkatkan frekuensi, durasi, atau intensitasnya, contohnya: perilaku gemar membaca.
b.      Prosedur yang digunakan berdasarkan pada prinsip behaviour (behavioral principles).
           
Menurut Edi Purwanto (2005) ada beberapa kelemahan dan kekurangan dari penerapan modifikasi perilaku, antara lain:
·         Keunggulan modifikasi perilaku
1.      Langkah-langkah dalam modifikasi perilaku dapat direncanakan terlebih dahulu. Rencana tersebut dapat dimintakan persetujuan individu yang akan diubah perilakunya, sehingga ia lebih kooperatif.
2.      Perincian pelaksanaan dapat diubah selama perlakuan/terapi berlangsung. Perubahan disesuaikan dengan kebutuhan.
3.      Bila dari hasil monitoring ternyata suatu teknik gagal atau kurang berhasil untuk menimbulkan perubahan, dapat segera dideteksi dan diusahakan teknik penggantinya.
4.      Teknik yang dipakai dalam modifikasi perilaku dapat diterangkan dan diatur secara rasional. Hasil perlakuan dapat diramalkan dan dievaluasi secara objektif.
5.      Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan perubahan lebih singkat daripada menggantungkan perubahan yang terjadi secra insight yang diperoleh subjek.
·         Kelemahan modifikasi perilaku
1.      Percobaan-percobaan awal yang dilakukan dalam modifikasi menggunakan media binatang, sementara perilaku binatang tidak sekompleks perilaku manusia sehingga bila diterapkan pada manusia memerlukan penanganan secara lebih teliti.
2.      Tidak semua perilaku manusia dapat diamati secara langsung, sehingga modifikasi perilaku mengalami kesulitan untuk mengubah perilaku-perilaku yang pengamatannya tidak langsung.
3.      Perilaku manusia itu kompleks, sehingga untuk melakukan analisis perilaku yang tepat memerlukan latihan dan kecermatan dari terapis.
4.      Tidak semua teknik dalam modifikasi perilaku dapat diterapkan pada setiap perilaku yang akan diubah, sehingga masing-masing teknik memiliki kelemahan.

Prinsip Dasar Dalam Modifikasi Perilaku:
1.      Penguatan (Reinforcement)
Reinforcement atau penguatan dalah proses dimana tingkah laku diperkuat oleh konsekuensi yang segera mengikuti tingkah laku tersebut. Saat sebuah tingkah laku mengalami penguatan maka tingkah laku tersebut akan cenderung untuk muncul kembali pada masa mendatang.
2.      (Extinction)
Adalah hilangnya respons. Tingkah laku yang telah mengalami pengutan, pada beberapa saat/periode waktu tidak lagi diperkuat, dan oleh karena itu, tingkah laku tersebut berhenti untuk muncul.
3.      Hukuman (Punisment)
Hukuman adalah sebuah konsekuensi dari sebuah tingkah laku yang dapat menghasilkan penurunan kejadian tingkah laku dikemudian hari.
4.      Stimulus control
5.      Respondent conditioning


B.     PENGERTIAN BELAJAR
Belajar adalah perubahan perilaku dari individu yang relatif permanen karena suatu pengalaman, bukan karena kematangan biologis semata (Suyanto, 2003:86). Perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan pengetahuan, cara berfikir, dan perilaku. Teori belajar pada anak usia dini adalah suatu pemikiran ideal untuk menerangkan apa, bagaimana, dan mengapa belajar itu, serta persoalan lain tentang belajar pada anak usia dini (Suyanto, 2003:87). Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori belajar, yaitu: behaviorisme, kognitivisme, dan konstruktivisme. Behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep.
·         Teori Belajar Behavioristik
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman (Gage, Berliner). Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka responpun akan semakin kuat.
·         Teori Belajar Kognitif
Ada beberapa  aspek-aspek perkembangan kognitif menurut Piaget yaitu tahap sensory motor, pre operational, concrete operational, dan  formal operational. Piaget menyatakan bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
·         Teori Belajar Konstruktivisme
Teori-teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompok dalam teori pembelajaran konstruktivis (constructivist theories of learning). Teori konstruktivis ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Teori ini berkembang dari kerja Piaget, Vygotsky, teori-teori pemrosesan informasi, dan teori psikologi kognitif yang lain, seperti teori Bruner. Menurut teori konstruktivis ini, satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.

C.    PERILAKU MALAS BELAJAR
Memahami anak sebagai individu yang sedang menjalani tahapan-tahapan dalam masa pertumbuhannya, diperlukan kesabaran ekstra. Demikian pula ketika mendapati anak yang telah memasuki usia sekolah begitu malas belajar. Malas dapat dijabarkan sebagai tidak mau berbuat sesuatu, segan, tak suka, tak bernafsu. Malas belajar berarti tidak mau, enggan, tak suka, tak bernafsu untuk belajar (Kamus Bahasa Indonesia). Jika anak-anak tidak suka belajar dan lebih suka bermain, itu berarti belajar dianggap sebagai kegiatan yang tidak menarik buat mereka, dan mungkin tanpa mereka sadari juga dianggap sebagai kegiatan yang tidak ada gunanya/untungnya karena bagi ana-anak tidak secara langsung dapat menikmati hasil belajar. Berbeda dengan kegiatan bermain, jelas-jelas kegiatan bermain menarik buat anak-anak, dan keuntungannya dapat mereka rasakan secara langsung (perasaan senang yang dialami ketika bermain adalah suatu keuntungan). Ada beberapa penyabab anak malas belajar antara lain:
1.      Faktor intrinsik (dalam diri anak sendiri)
·         Kurangnya waktu yang tersedia untuk bermain
·         Kelelahan dalam beraktivitas (misal terlalu banyak bermain/membantu orang tua)
·         Sedang sakit
·         Sedang sedih (bertengkar dengan teman sekolah, kehilangan barang kesayangan dll)
·         IQ/EQ anak

2.      Faktor ekstrinsik
·         Sikap orang tua yang tidak memperhatikan anak dalam belajar atau sebaliknya (terlalu berlebihan  memperhatikan)
Banyak orangtua yang menuntut anak belajar hanya demi angka (nilai) dan bukan atas dasar kesadaran dan tanggung jawab anak selaku pelajaran.
·         sedang punya masalah di rumah (misalnya suasana di rumah sedang "kacau" karena ada adik baru).
·         Bermasalah di sekolah (tidak suka/phobia sekolah, sehingga apapun yang berhubungan dengan sekolah jadi enggan untuk dikerjakan).
Termasuk dalam hal ini adalah guru dan teman sekolah.
·         Tidak mempunyai sarana yang menunjang blajar (misal tidak tersedianya ruang belajar khusus, meja belajar, buku penunjang , dan penerangan yang bagus.alat tulis, buku dll).
·         suasana rumah misalnya rumah penuh dengan kegaduhan, keadaan rumah yang berantakan ataupun kondisi udara yang pengap. Selain itu tersedianya fasilitas permainan yang berlebihan di rumah juga dapat mengganggu minat belajar anak. Mulai dari radio tape yang menggunakan kaset, CD, VCD, atau komputer yang diprogram untuk sebuah permainan (games), seperti Game Boy, Game Watch maupun Play Stations.

D.       HASIL OBSERVASI

1.         Nama                             : Chondro Husna Adiwa
2.         Tempat/tanggal Lahir    : 5 April 2007
3.         Usia                               : 4.5 th
4.         Ukuran antropometrik   :
·         Berat badan              : 16 kg
·         Tinggi badan             : 103 cm
5.    Perilaku yang menyimpang :
·            Susah belajar
6.      Penyebab :
a.       Terlalu banyak bermain
b.      Cepat bosan
c.       Kurangnya disiplin dari orang tua dengan kegiatan belajarnya

7.   Tentang Diwa :
Diwa adalah anak yang sangat aktif bermain, baik bermain sendiri maupun bersama dengan teman sebayanya. Film kartun selalu menjadi suguhan wajib bagi Diwa saat bangun tidur dan sebelum tidur malam. Dia suka dengan permainan yang bersifat konstruktif dan bisa dibongkar pasang. Kegiatannya sepulang sekolah adalah bermain dan bermain. Diwa tidak pernah tidur siang, sehingga jam 6 sore dia sudah tertidur. Biasanya dalam seminggu sekali ibunya mengajaknya untuk belajar. Namun, hal ini sering tidak berhasil dan apabila dia mau belajar, waktu yang dibutuhkan relative singkat. Meskipun Diwa jarang belajar dia tidak pernah ketinggalan pelajaran dikelas. Saat dia merasa bahwa dirinya mampu mengerjakan suatu persoalan, diakan merasa bosan bila disuruh melakukan hal yang sama lagi. Apabila ada temannya yang belajar dia juga ikut belajar, tetapi hanya sesaat saja. Diwa menyukai hal-hal yang bersifat menantang dan baru. Karena Diwa adalah anak pertama, ayah dan ibunya sangat memanjakan dia.

8.      Analisis hasil observasi
Analisis kami berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku susah berlajar pada Diwa, disebabkan karena banyaknya waktu bermain yang diberikan orang tua  dan kurangnya waktu istirahat bagi anak, terlalu banyak mainan yang dimiliki dan kebebasan untuk menonton TV yang lama, tidak ada suatu peraturan rumah dari orang tua kepada anak terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan anak (misal anak boleh menonton tv setelah belajar), teknik belajar yang diberikan orang tua kurang sesuai atau membosankan bagi anak, dan belum ada kesadaran dari anak tentang pentingnya belajar.

9.   Intervensi :
1.      Memberikan penjelasan kepada anak tentang penting dan manfaat belajar. Usia kana-kanak tidak membatasi seseorang untuk menerima suatu penjelasan, justru semakin dini memahami pentingnya belajar bagi dirinya, maka keinginan untuk belajar akan melekat lebih lama.
2.      Mengurangi waktu bermain anak sepulang sekolah dan membiasakan anak untuk tidur siang. Orang tua harus membasati
3.      Membiasakan anak untuk belajar setelah jam makan siang. Apabila anak sudah terbiasa tidur malam jam 6 sore, kemungkinan dia akan menolak saat diajak untuk belajar. Oleh karena itu siang hari adalah waktu yang tepat untuk belajar anak. Saat belajar orang tua harus mendampingi anak dengan ikut belajar, sehingga anak tidak merasa belajar sendiri. Sebagai selingan saat belajar orangtua dapat memberikan permainan-permainan yang mendidik agar suasana belajar tidak tegang dan tetap menarik perhatian.
4.      Mengajak anak untuk menggunakan imajinasi saat belajar sehingga anak tidak merasa jenuh dan memiliki motivasi dalam belajar. Orangtua membantu anak membayangkan apa yang dia inginkan untuk masa depannya. Baik dalam waktu panjang atau pendek. Misal memancing anak untuk membayangkan sesuatu yang menyenangkan jika dia berhasil membuat angka 1-10 dengan baik, kira-kira apa komentar yang diberikan oleh gurunya, dan apa jadinya tulisannya bagus.
5.      Memberikan insentif kepada anak saat belajar. Insentif yang dapat diberikan tidak selalu harus berupa materi, tapi bisa juga berupa penghargaan dan perhatian. Misal memuji anak saat ia mau belajar tanpa mesti disuruh.
6.      Mengajukan pertanyaan tentang hal-hal yang diajarkan di sekolah pada anak (bukan dalam keadaan mengetes anak, tapi misalnya sembari mengisi TTS atau ikut menjawab kuis). Jika anak bisa menjawab, puji dia dengan menyebut kepintarannya sebagai hasil belajar.
7.      Mebiasakan anak belajar di meja belajar. Menciptakan disiplin, yaitu menjadikan belajar sebagai rutinitas yang pasti. Menegakkan kedisiplinan harus dilakukan apabila anak mulai meninggalkan rutinitas yang telah disepakati. Bilamana anak melakukan pelanggaran sedapat mungkin hindari sanksi yang bersifat fisik (menjewer, menyentil, mencubit, atau memukul), gunakanlah konsekuensi-konsekuensi logis yang dapat diterima oleh akal pikiran anak. Misal Tidak memperbolehkan anak untuk bermain sebelum dia belajar terlebih dahulu.
8.      Mengajarkan kepada anak pelajaran-pelajaran dengan metode yang sesuai dengan kemampuan anak. Misalnya active learning atau learning by doing, atau learning through playing, sehingga anak merasakan bahwa belajar adalah sesuatu yang menyenangkan.
9.      Memberikan bekal nilai-nilai religius pada anak, yaitu dengan membiasakan anak untuk berdoa sebelum dan sesudah belajar.

10.     Follow up :
·         Melaksanakan modifikasi atau intervensi secara berkelanjutan sampai anak terbiasa dengan belajar sendiri tanpa disuruh orang tua.
·         Mendisiplinkan belajar anak dan menerapkan konsekuensi bila anak tidak mau belajar.
·         Apabila perilaku anak belum bisa berubah, orang tua bisalebih tegas lagi dalam memberikan konsekuensi kepada anak.
·         Orang tua harus memberikan contoh belajar pada anak, karena anak cenderung meniru perilaku orangtua. Misal ketika menyuruh dan mengawasi anak belajar, orangtua juga harus terlihat belajar (misalnya membaca buku-buku).
·         Memperhatikan sarana yang dibutuhkan anak saat belajar.

11.  Evaluasi :
Evaluasi adalah usaha yang dilakukan untuk mendapatkan informasi dari hasil selama proses modifikasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar